Pergeseran Fungsi Wanita di Minang Kabau

Rabu, Mei 27, 2009
Oleh Qalbi Salim
Dengan adanya kekerabatan matrilineal di Minang Kabau, memberikan kedudukan yang tinggi dan terhormat bagi wanita-wanita yang ada di Minang Kabau. Wanita di Minang Kabau dengan sebutan Bundo Kanduang akan merasa terlindungi dan terjaga hartanya, karena peran dari seorang laki-laki sebagai seorang mamak dalam kaumnya. Namun sosok wanita di Minang Kabau saat isi disinyalir telah bergeser dari fungsi dan perannya.

Bergesernya fungsi dan peran wanita di Minang sebaiknya harus di buktikan dengan fakta-fakta yang sedang hangat saat ini. Beberapa bukti dapat memperkuat anggapan bergesernya peran wanita-wanita di Minang Kabau. Salah satunya adalah sikap merantau yang ada pada diri wanita Minang Kabau, kenapa ini dianggap sebuah masalah? Karena saat ini wanita-wanita Minang Kabau yang pergi merantau masih dianggab tabu. Wanita-wanita Minang Kabau telah mengambil peran dari Laki-laki.
Wanita-wanita Minang Kabau tidak lagi memahami adat-istiadat yang telah berlangsung sejak dahulunya. Wanita-wanita Minang Kabau merantau karena alasan ekonomi, disebabkan karena tidak tahu akan kerja apa di kampung halamannya.

Seperti yang sering ditemukan di daerah-daerah perkotaan, banyak wanita-wanita yang bekerja di toko, bekerja sebagai cleaning cervice atau disebut juga tukang bersih-bersih, bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik dan ada juga yang bekerja sebagai pelayan, baik pelayan toko, pelayan rumah makan, pelayan rumah tangga, pelayan dalam perjalanan, sepertinya semua yang berhubungan dengan pelayan meski wanita.

Di sebuah kota besar hal tersebut wajarlah terjadi karena wanita pada umum bekerja tekun, telaten, tidak banyak cincong, gampang diatur, bersedia bekerja dengan waktu yang panjang dan dengan gaji yang murah. Walaupun secara keseluhannya bukanlah wanita-wanita yang berasal dari Minang Kabau, namun sangat disayangkan wanita-wanita Minang Kabau telah ikut serta mengikuti jalan seperti itu. Apa wanita-wanita Minang Kabau tidak menyadari, bahwa mereka memiliki kedudukan yang tinggi dan terhormat. Bukan berarti bekerja seperti itu tidak memiliki kedudukan yang tinggi dan terhomat, tapi kembali lagi kepada adat Minang Kabau, adat yang menjunjung tinggi kehormatan wanita-wanita Minang Kabau. Dalam adat Minang Kabau, wanita tersebut harus dikasihi sebagai manusia yang lemah, tidak dianjurkan untuk membanting tulang demi memenuhi kebutuhan.

Seperti yang telah dijelaskan dalam adat Minang Kabau, bahwa laki-laki dianjurkan untuk merantau. Untuk menuntut ilmu dan mencari rejeki sebanyak-banyaknya. Tidak ada dalam adat Minang Kabau yang menganjurkan wanita untuk pergi merantau. Apalagi mencari rejeki demi sesuap nasi. Apakah harta pusaka yang ada di kampung halaman tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan? Atau harta pusaka yang selama ini telah habis terjual atau tergadaikan oleh mamak-mamaknya?

Itu bukan sebagai alasan dasar bagi wanita-wanita Minang Kabau untuk pergi merantau. Walaupun berbagai rintangan dan cobaan yang terjadi, sebaik wanita-wanita di Minang Kabau harus mampu menjalankan perannya sebagai seorang Bundo Kanduang. Bundo Kanduang yang memahami adat sopan santun, mengutamakan budi pekerti, memilihara harga diri, memahami agama Islam, dan memilihara diri dan masyarakatnya dari desa.

Adat yang telah dilaksanakan secara turun-temurun sebaiknya dijaga dan dipelihara tidak dilupakan begitu saja. Begitu juga dengan peran wanita Minang Kabau. Semuanya harus dilaksanakan, tidak boleh dilunturkan, dilupakan dan diabaikan, seperti yang terjadi saat ini. Ada sebagian wanita-wanita Minang Kabau yang tidak mengetahui fungsi dan perannya sebagai wanita dalam adat Minang Kabau. Sungguh sangat disayangkan. Akan jadi apa bangsa ini? Jika wanita Minang Kabau kebanyakan demikian. Karena rusaknya wanita maka akan rusaknya Negara dan Bangsa.

Kalau masalah moral dan etika yang menjadi permasalahan saat ini adalah sikap wanita-wanita Minang Kabau yang telah berani melakukan peran yang dilaksanakan oleh laki-laki, yakni pergi merantau. Apakah wanita-wanita Minang Kabau ingin mengikuti pergerakan feminis seperti yang yang terjadi di Barat sana. Yakni keinginan wanita ingin berdiri sendiri terlepas dari laki-laki, dan juga ingin membuktikan bahna wanita juga mampu melakukan, apa yang dilakukan laki-laki.

Pergerakan-pergerakan feminis dari wanita-wanita Minang Kabau mulai beredar di daerah Minang Kabau tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini di sebabkan pengaruh dari faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor teknologi dan faktor struktur masyarakat. Namun yang menjadi faktor utamanya adalah ekonomi dan pendidikan.

Kalau masalah faktor ekonomi sudah tentu kebutuhan wanita-wanita di Minang Kabau tidak tercukupi dengan harta pusaka yang ada di kampung halaman, baik itu sawah, kebun, ternak dan juga harta pusaka lainnya. Jumlah wanita-wanita Minang Kabau yang makin bertambah, memungkinkan sebagian dari mereka tidak kebagian harta pusaka. Padahal harta pusaka yang disediakan nenek moyang mereka dahulunya tidak bertambah, malah berkurang.

Ada juga sebagian wanita Minang Kabau yang berani keluar dari kampung halamanya demi memperoleh pendidikan yang baik, agar suatu saat mampu bekerja se tingkat dengan laki-laki. Berani keluar dari kampung halaman kerena ingin mencari ilmu, bukan sesuatu permasalahan. Namun yang menjadi permasalahannya, kenapa dengan adanya pendidikan fungsi dan perannya dalam masyarakat Minang Kabau tidak dilaksanakan? Wanita-wanita Minang Kabau seolah-olah sudah lupa dengan kampung halaman. Kalau kampung halaman sudah dilupakan bagaimana fungsi dan peran dalam kaumnya akan terlaksana?

Sewajarnya fungsi wanita Minang Kabau tidak perlu bergeser dan pergerakan feminis juga tidak perlu muncul dalam masyarkat Minang Kabau. Walaupun wanita Minang Kabau bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi bekerjalah suatu pekerjaan yang wajar. Jangan sampai apa yang di kerjakan laki-laki juga dikerjakan. Maksudnya dalam pekerjaan yang kasar seperti menjadi buruh pabrik. Kenapa harus menjadi buruh pabrik? Padahal menjadi buruh pabrik membutuhkan tenaga yang kuat. Seperti yang di ketahui wanita itu sangat lemah. Kalau masalah pendidikan, jangan sampai pendidikan itu menjadikan wanita-wanita Minang Kabau itu lupa akan kampung halaman dan merasa mampu menyaingi laki-laki. Padahal di daerah Minang Kabau memiliki norma-norma, etika, Adat-istiadat yang perlu dipatuhi.

Mahasiswa Pend. TIK BP 07
FIP UNP
Diberdayakan oleh Blogger.